Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pidana    
Ijazah Palsu
Sanksi Pidana Dihapus, Komisi X DPR Khawatir Ijazah Palsu Kembali Marak
2020-07-26 08:49:59
 

Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Masuknya undang-undang terkait pendidikan ke dalam omnibus law RUU Cipta Kerja disorot serius oleh Komisi X DPR RI.

Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa khawatir akan ada penghapusan pasal terkait sanksi pidana pada UU 20/2003 dengan adanya RUU Cipta Kerja masuk dalam pendidikan. Menurut dia, penghapusan pasal-pasal terkait sanksi pidana dari UU Sisdiknas justru memunculkan ketidakpastian hukum.

"Beberapa pasal dari UU Sidiknas 20/2003 yang dihapus di dalam RUU Cipta Kerja adalah Pasal 67-69 terkait sanksi pidana. Padahal Pasal 2 RUU Cipta Kerja sendiri menjelaskan bahwa asas RUU ini salah satunya adalah kepastian hukum," kata Ledia Hanifa.

Dia mengurai, Pasal 67-69 dari UU Sidiknas yang dihapus dalam RUU Cipta Kerja itu meliputi sanksi pidana, antara lain lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak.

Kemudian memberikan sebutan gurubesar atau profesor tanpa keseseuaian ketentuan, lembaga pendidikan yang berjalan ilegal hingga perseorangan yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi serta gelar tanpa memenuhi ketentuan persyaratan.

Atas dasar itu, politisi PKS ini sangat kekhawatir dengan ketidakpastian hukum jika pasal-pasal UU Sisdiknas yang masuk Omnibus Law dihapus.

"Kita patut khawatir dengan adanya penghapusan pasal sanksi pidana ini, praktik jual beli ijazah, jual beli gelar, penggunaan ijazah palsu dan penyelenggaraan kampus ilegal akan semakin marak," sesalnya.

Terlebih, tidak lama lagi akan memasuki masa Pilkada hingga Pemilu Legislatif (Pileg) yang sangat rentan dengan praktik culas pemalsuan ijazah sebagaimana pernah terjadi di Indonesia.

"Beberapa kali kita berhadapan dengan kasus ijazah palsu atau ilegal. Karenanya menjadi rawan terulang temuan-temuan kasus seperti ini," jelas Ledia Hanifa.(fa/RMOL/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Ijazah Palsu
 
  Sanksi Pidana Dihapus, Komisi X DPR Khawatir Ijazah Palsu Kembali Marak
  PAMI Kembali Demo Tuntut Gelar Doktor Rektor UNIMA Dicabut
  Ketum PAMI Somasi Menristek Dikti Terkait Kasus Ijazah Rektor UNIMA
  Demo ke Ombusdman dan Menristekdikti, AMPPS Menuntut Pemberhentian Rektor UNIMA
  'Selain Kasus Puisi, Polri Punya Utang Kasus Ijazah Palsu Sukmawati'
 
ads1

  Berita Utama
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor

Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

 

ads2

  Berita Terkini
 
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor

Oknum Notaris Dilaporkan ke Bareskrim Polri atas Dugaan Penggelapan Dokumen Klien

Kuasa Hukum Mohindar H.B Jelaskan Legal Standing Kepemilikan Merek Polo by Ralph Lauren

Dewan Pers Kritik Draf RUU Penyiaran: Memberangus Pers dan Tumpang Tindih

Polisi Tetapkan 4 Tersangka Kasus Senior STIP Jakarta Aniaya Junior hingga Meninggal

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2